BONEK CERDAS BERWAWASAN KE DEPAN; REFLEKSI BAGI GENERASI MUDA MASA KINI
Oleh : Agnes Adhani
GEGAP gempita perayaan kemerdekaan Republik Indonesia ke-79 masih terasa. Bebagai
lomba, pentas seni, jalan sehat warga
RT, RW, Kelurahan, Kecamatan, Kota/Kabupaten, sampai tingkat nasional masih
terlaksana sampai akhir Agustus. Kibaran Sang Saka Merah Putih, umbul-umbul,
baliho, lampu, lampion masih menghiasi gang, jalan, dan gapura masuk blok,
kampung, kelurahan seluruh Indonesia sepanjang Agustus. Dan semarak itu sangat
indah dan gagah.
SALAH satu acara peringatan HUT kemerdekaan RI adalah tirakatan menjelang 17 Agustus,
pada 16 Agustus malam. Acara sejenis ini terasa khusuk, khidmat, dan syahdu.
Menyanyikan Indonesia Raya dan mengheningkan cipta membuat bulu kuduk berdiri.
Ada suasana magis yang melingkup malam redup warga RT, RW, atau Kelurahan.
Acara di tingkat Kota/ Kabupaten dilengkapi dengan tabur bunga ke makam
pahlawan.
HAL yang perlu direfleksikan dalam peringatan kemerdekaan RI, selain upacara detik-detik
proklamasi dan penurunan bendera pada senja adalah peran pemuda menjelang
proklamasi kemerdekaan. Beberapa pemuda (Chaerul Saleh, Wikana, dan Soekarni)
menculik Soekarno-Hatta ke Rengasdenglok adalah peristiwa heroik dengan bonek (bondho
nekat). Bonek bukan sebarang bonek. Bonek yang cerdas, bernalar kritis
dalam membaca kondisi dunia saat akhir perang dunia II. Kondisi politik dunia
pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kalah. Indonesia sebagai jajahan Jepang
ada dalam kondisi kosong kekuasaan. Momentum
17 Agustus 1945 sungguh tepat dan penuh berkat. Proklamasi kemerdekaan Republik
Indonesia berkumandang. Dan secara bertahap diakui bangsa lain dan seluruh
dunia.
SEMANGAT kepahlawan dan keberanian ini juga bisa dilihat pada Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928,
17 tahun sebelum merdeka. W.R. Soepratman berani mengumandangkan lagu “Indonesia
Raya” dan menyerukan “Merdeka-Merdeka”. Mendahuluan “bangunlah jiwanya” baru “bangunlah
badannya” sungguh cerdas dan berwawasan ke depan. Membangun bangsa yang besar
ini lebih dibutuhkan jiwa, akal, nalar, dan tekat, bukan fisik yang
mengandalkan otot dan okol.
BAGAIMANA kondisi generasi muda masa kini? Hampir 10 juta generasi Z menganggur/tanpa
kegiatan (not in employment, education, and training/NEET). Generasi ini
dikenal sebagai generasi strawberry. Generasi strawberry merupakan
kelompok khusus dari generasi muda saat ini yang memiliki karakteristik unik
dan lebih terbuka, dianggap sebagai generasi yang mudah terluka dan rapuh.
Analogi dengan strawberry menggambarkan bahwa meskipun terlihat indah,
mereka rentan terhadap tekanan dan kesulitan. Tingkat ketangguhan dan
resiliensi generasi ini rendah. Resiliensi adalah kemampuan seseorang untuk
bertahan dan beradaptasi dalam menghadapi, mengatasi, mencegah, meminimalkan
atau menghilangkan dampak-dampak yang merugikan serta mampu untuk bangkit dan
pulih kembali dari tekanan, keterpurukan, kesengsaraan atau hal-hal yang tidak
menyenangkan dalam hidup.
KITA perlu belajar Sejarah, bukan sekadar menghafalkan tahun dan peristiwa, melainkan memaknai perjuangan dan kejuangan. Semangat nasionalisme dan ketangguhan dalam membela kebenaran, kemanusian, dan tanah air sungguh layak menjadi teladan dan role model perlu ditunjukkan dan ditonjolkan. Semangat pantang menyerah sungguh perlu ditanamkan, ditumbuhkembangkan sejak dini kepada generasi muda. Bukan generasi yang lembek dan lemah dalam menyongsong Indonesia Emas 2045. Cerdas dan bijak menggunakan gawai dan internet untuk kebaikan dan keindonesiaan. Bonek tidak sebarang bonek pemuda zaman perjuangan kemerdekaan layak dan pantas diteladani. Merdeka! (*)