Dari Santunan ke Pemberdayaan: Menteri Sosial Gus Ipul Ajak Pendamping Sosial Pahami Arah Baru Bansos
PONOROGO (KORAN KRIDHARAKYAT.COM) - Menteri Sosial Saifullah Yusuf menyempatkan bertemu dengan para pendamping sosial di sela-sela kunjungannya ke Ponorogo. Dalam forum bertemakan Dialog Pilar-Pilar Sosial di Universitas Islam Negeri (UIN) Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo, Senin (4/8/2025) lalu, menteri yang akrab disapa Gus Ipul itu menegaskan arah baru penyaluran bantuan sosial. “Di era ini ada penekanan khusus pada pemberdayaan. Jangan kita larut dalam rutinitas pemberian bansos,” kata Gus Ipul di depan para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH), Taruna Siaga Bencana (Tagana), Pendamping Rehabilitasi Sosial (Rehsos), serta relawan pilar sosial lainnya.
Gus Ipul menjelaskan bahwa bansos bersifat sementara dan diberikan untuk kebutuhan dasar. Bagi keluarga dalam usia produktif, pemerintah menyiapkan evaluasi secara berkala. Jika dinilai layak untuk naik kelas, mereka akan dipindahkan ke program pemberdayaan. “Setiap lima tahun dievaluasi. Kalau layak, kita dorong ke program pemberdayaan. Kalau belum, tetap diberi bansos. Tapi bansos itu tidak seumur hidup, harus jelas peruntukannya,” terang Gus Ipul di depan peserta dialog yang berasal dari Ponorogo, Pacitan, dan Trenggalek yang datang atas inisiasi Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinsos P3A) daerahnya masing-masing.
Gus Ipul menekankan bahwa tugas pendamping bukan sebatas menyalurkan bantuan. Namun, harus juga memahami dan mengawal program agar selaras dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat . “Pesan saya kepada teman-teman pendamping, pertama-tama pahami betul program-program sosial. Harus bisa bergerak di lapangan sejalan dengan arah kebijakan,” jelasnya.
Menteri Sosial mencontohkan bantuan tunai seperti Rp750 ribu per triwulan untuk ibu hamil untuk memenuhi asupan gizi selama kehamilan. Setelah melahirkan, bantuan dialihkan untuk anak usia 0–6 tahu dan ibunya sudah tidak mendapat bantuan lagi. “Begitu pula untuk lansia dan penyandang disabilitas, semua ada peruntukannya dan harus dimanfaatkan secara tepat,” ujarnya.
Gus Ipul juga mengungkapkan keprihatinan terhadap penyalahgunaan bansos oleh sebagian penerima. Berdasarkan hasil pemantauan, lebih dari 600 ribu penerima bansos terindikasi bermain judi online (judol). Dari jumlah itu, sekitar 300 ribu di antaranya adalah penerima PKH. “Ini menyedihkan. Sudah kita dalami dan 230 ribu penerima sudah dihentikan bantuannya. Sisanya masih kami telusuri apakah digunakan sendiri, atau malah NIK-nya dijual ke orang lain,” ungkapnya.
Gus Ipul mengatakan bahwa data penerima bansos diperbarui setiap triwulanan berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Oleh sebab itu, bisa saja seseorang menerima bantuan pada triwulan pertama, namun tidak lagi pada triwulan kedua, karena sudah tidak memenuhi syarat atau dianggap naik kelas. “Pemutakhiran data bisa dilakukan kapan saja, tapi data yang kita pakai tetap data resmi yang dikirim BPS setiap tiga bulan. Itulah mengapa sinkronisasi data ini sangat penting,” imbuhnya.
Melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2025 tentang mengelola Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasiona (DTSEN), Kemensos terus berupaya menyempurnakan akurasi data dengan menggandeng pemerintah daerah hingga ke level desa. Dia berharap semua pihak aktif melaporkan perubahan data, seperti kematian, kelahiran, atau perpindahan penduduk. Hal ini bertujuan agar penyaluran bantuan tepat sasaran dan menjadi dasar langkah aktif pemerintah dalam pemberdayaan masyarakat. “Kalau ada yang meninggal tapi tidak dilaporkan, datanya bisa disalahgunakan. Maka kita butuh kerja sama yang konsisten dari bupati, wali kota, gubernur, dan semua elemen masyarakat,” tutupnya.
Sementara itu, Bupati Ponorogo Sugiri Sancoko menyampaikan penghargaan terhadap dedikasi para pendamping sosial yang menjadi ujung tombak pelaksanaan program-program kesejahteraan di lapangan. Dalam kesempatan berbeda, Kang Giri bahkan mengibaratkan para pendamping sosial seperti kaum Anshar yang menolong tanpa pamrih. “Peran pekerja dan pendamping sosial itu seperti kaum Anshar yang menolong kaum Muhajirin saat hijrah, menolong dengan ikhlas tanpa ada pamrih,” ucapnya.
Kang Giri menambahkan bahwa semangat gotong royong dan keikhlasan para pendamping menjadi modal sosial penting untuk memastikan program pemerintah tidak hanya tepat sasaran, tetapi juga berdampak nyata dalam membangun kemandirian masyarakat. “Maka bantuan akan benar-benar menyentuh masyarakat yang membutuhkan dan berdampak nyata dalam menurunkan angka kemiskinan,” pungkasnya. Demikian sebagaimana diinformasikan oleh Dinas Kominfo Kabupaten Ponorogo. (KR-FEB/AS)