Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

HARI ANAK NASIONAL: NASIBMU ANAK BANGSA



Oleh : Agnes Adhani

SETIAP 23 Juli bangsa Indonesia memperingati Hari Anak Nasional (HAN). Peringatan tahun ini adalah ke-41. Tahun ini HAN mengusung tema “Anak Hebat Indonesia Kuat Menuju Indonesia Emas 2045” dengan lima subtema, yaitu (1) Generasi emas bebas stunting: investasi gizi sejak dini, (2) Anak cerdas digital: aman dan positif di dunia maya, (3) Pendidikan inklusif untuk semua: tak ada anak yang tertinggal, (4) Stop perkawinan anak: wujudkan impian anak Indonesia, dan (5) Anak terlindungi menuju Indonesia emas 2045: hentikan kekerasan sekarang.

NASIB anak bangsa yang rentang dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi memang cukup memprihatinkan. Berita terbaru (13 Juli 2025) ditemukan empat anak dirantai dan sebulan diberi makan singkong, tidur di lantai tanpa alas ditemukan di desa Mojo, Kecamatan Andong, Kabupaten Boyolali. Anak yang diserahkan oleh orang tuanya untuk mondok, harus mondhok di rumah sakit. 

ADA sebagian keluarga yang dibangun dengan fondasi yang rapuh: hasil kecelakaan dan spiritual, dispensasi kawin, terpaksa menikah, belum matang secara psikologis, ekonomi, sosial, hukum, tentunya belum memiliki “tanggung jawab” ngopeni anak. Perkawinan anak yang menghasilkan anak yang tentunya kurang berkualitas sudah menjadi keprihatinan para perempuan pada kongres perempuan 22-25 Desember 1928, 97 tahun yang lalu. Anak produk keluarga rapuh tentunya tidak akan utuh dan terkendala dalam perkembangan psiko-emosional dan sosialnya.

ANAK stunting menunjukkan kesadaran orang tua dan masyarakat akan pentingnya gizi bagi janin masih kurang. Hal tidak hanya karena kemiskinan, melainkan sikap hidup ibu modern yang takut gemuk dan penampilannya tidak menarik saat hamil, sehingga tidak memperhatikan asupan gizi, termasuk pemeriksaan kehamilan. Kesadaran dari setiap komponen masyarakat tentang pentingnya bekal awal anak pada usia emas (golden age).

TANGGUNG jawab orang tua, sebagai pendidik pertama dan utama kadang terabaikan. Mereka yang mampu cenderung memenuhi kebutuhan mereka secara fisik saja. Pengasuhan diabaikan dan dialihkan kepada pembantu, tempat penitipan anak, sekolah, atau pondok pesantren dengan alasan “tidak sempat” karena bekerja atau merasa tidak mampu memenuhi kewajibannya untuk mengasuh, pembimbing, dan mendidik anak. Perasaan anak tidak dicintai dan dibuang dirasakan tanpa sadar oleh anak. Anak yang dekat dengan orang tuanya, ketika menangis akan memanggi “Ibu!” atau “Bapak!”. Kita bisa mengamati anak yang merasa terasing dan dibuang, ia tidak memiliki orang yang bisa dipanggil untuk mendekat dan memeluknya. Hal ini terasa miris.

LEMBAGA pengasuhan alternatif, seperti panti asuhan, pondok pesantren, atau boarding school, tentu berrmanfaat dan mendukung pengajaran dan pendidikan, terutama pendidikan agama bagi pondok pesantren. Namun kita lupa pelukan orang tua dan kedekatan fisik dan emosional dengan orang tua merupakan bibit pembentukan karakter halus, peduli, dan kebapakan/keibuan yang alamiah. Anak yang kering sentuhan menjadi pribadi yang tegar tengkuk.

PERKEMBANGAN teknologi, dengan setiap anak, bahkan balita sudah dicekeli gawai, berdampak negatif. Paparan kekerasan, pornografi dan seks bebas, judi online, pinjaman online tidak bisa dibendung, tanpa filter dari anak dan keluarga. Bijak, cerdas, dan anam  bermedia sosial perlu ditanamkan sejak dini.  Orang dewasa, khususnya para orang tua, sangat dibutuhkan menjadi role model pemakai gadget yang baik. Jangan gajah diblangkoni, isa kojah ora isa nglakoni ‘bisa berbicara dan menasihati tetapi tidak bisa melaksanakannya’
Selamat Hari Anak Nasional #Anak Indonesia Bersaudara: berakhlak mulia, bahagia, peduli, berani, cerdas, dan solider.

*) Penulis adalah Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,  Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya dan pemerhati masalah perempuan

IKLAN

Recent-Post