KPK Imbau Para Penyelenggara Negara Di Ngawi Untuk Hindari Korupsi
NGAWI (KR) – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar kegiatan roadshow Bus KPK 2019 dengan tema “Jelajahi
Negeri Bangun Antikorupsi”. Kali ini, Selasa-Rabu (25-26/6) roadshow Bus KPK
mendatangi Kabupaten Ngawi untuk melakukan sosialisasi anti korupsi.
Bupati Ngawi Budi Sulistyono mengatakan dalam sosialisasi
tersebut para penyelenggara negara di Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, diminta
berhati-hati dan menghindari korupsi dalam menjalankan tugasnya menggunakan
anggaran pemerintah.
"Dalam kegiatan ini, semua penyelenggara negara di
Ngawi mulai dari bupati, wakil bupati, anggota DPRD, OPD, camat, hingga kepala
desa mendapat edukasi untuk menghindari dan mencegah tindak pidana
korupsi," ujar Bupati yang akrab disapa Kanang kepada wartawan di Ngawi,
Rabu (26/6/2019).
Kanang berharap jajarannya bisa mengambil manfaat dari
program Bus KPK Jelajah Negeri, Bangun Antikorupsi tersebut.
"Semoga, apa yang disajikan ini bisa memberikan manfaat
yang luar biasa, sehingga kita bisa sama-sama bersih dari korupsi," kata
Bupati Kanang.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan belum menemukan hal signifikan
untuk ditindaklanjuti KPK di Ngawi. Hal itu didukung adanya penandatanganan
kesepakatan dengan KPK terkait kegiatan monitoring dan evaluasi anggaran Pemkab
Ngawi sejak 2016, sehingga semua program kerjanya dikomunikasikan dengan KPK.
"Saya kira kalau untuk Ngawi, sampai saat ini belum ada
laporan yang signifikan. Meski demikian para penyelenggara negara di Ngawi
harus tetap hati-hati dan amanah," ungkap Agus saat berada di Ngawi.
Menurut dia, tugas KPK adalah "bersih-bersih"
tentang praktik korupsi di kalangan penyelenggara negara. Di tingkat daerah,
penyelenggara negara mencakup bupati, wakil bupati, wali kota, wakil wali kota,
dan DPRD.
Agus Rahardjo mengemukakan sepanjang tahun 2018, terdapat 26
kepala daerah ditangkap KPK karena terjerat kasus tindak pidana korupsi.
Dalam kegiatan di Ngawi tersebut, pihaknya buka-bukaan
terkait keberhasilan lembaganya melakukan operasi tangkap tangan (OTT) selama
ini. Dia menyebut OTT yang dilakukan jajarannya adalah dasar utamanya dari
laporan masyarakat.
"Tidak mungkin KPK tiba-tiba memonitor seseorang jika
tidak ada laporan lebih dulu. Setelah ada laporan akan ditindaklanjuti,"
kata dia.
Laporan dugaan korupsi itu biasanya datang dari orang dekat
pejabat. Biasanya, lanjut dia, pelaporan itu terjadi setelah orang dekat
tersebut merasa dikecewakan.
Pria asli Magetan itu menambahkan kalangan DPRD juga tidak
sedikit yang tersandung korupsi. Sebab, meski bukan kuasa pengguna anggaran,
legislatif memiliki peran menyetujuinya.
Dilansir dari : https://madiun.solopos.com/

