Dra. Agnes Adhani, M.Hum
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unika Widya Mandala Madiun
Dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Unika Widya Mandala Madiun
PEMINTA-MINTA
BERGAYA BORJUIS
Idulfitri 1440 Hijriah baru saja usai. Sisa kue lebaran masih ada
beberapa yang menghiasi meja tamu kita. Ada beberapa hal penting terkait dengan Idulfitri,
antara lain akhir Ramadan, salat Ied, mudik, bermaaf-maafan, termasuk dengan sungkem
kepada pihak yang tua atau dituakan, dan silaturahmi. Tentunya dengan bumbu
menarik yang khas, antara lain kue nastar, putri salju, kue Khong Huan dalam
kaleng, baik asli maupun dengan pembohongan publik berisi rengginang, kerupuk,
atau lainnya, dan ketupat opor. Ritual baru akhir-akhir ini yang menyemarakkan
Idulfitri adalah berkunjung ke tempat wisata dan reunian, yang bahkan melalaikan
bermaafan dan silaturahmi.
Salah satu yang layak direfleksikan adalah tingkah kanak-kanak dan
orang tuayang berorientasi uang dalam bersilaturahmi. Anak-anak akan mendatangi
sesepuh yang memberi uang saku banyak dan menghindari keluarga yang memberi
uang recehan apalagi yang tidak memberi. Ada beberapa orang tua yang membujuk
anaknya dengan motivasi uang, bahkan arahan agar minta uang kepada saudara.
“Ayo kita ke rumah Oom, Pakdhe, atau Eyang dan nanti jangan lupa minta angpao”.
Ada anak yang marah kepada saudaranya karena tidak diberi uang saat
lebaran. Senyampang lebaran ada kesempatan untuk “memalak” saudara dengan
berseloroh dan tidak ada beban bahwa mengajari anak berjiwa kerdil: sebagai
peminta-minta. Sikap peminta-minta
diajarkan kepada anak-anak merupakan sikap negatif dan tidak bermartabat. Anak
seharusnya sejak kecil diajak untuk belajar tulus dan memberi. Anak diajak
untuk tidak berharap orang lain memberikan bantuan berupa uang. Miskin harta tetapi bermartabat lebih unggul dibanding kaya harta berjiwa
miskin. Sentilan ini semoga bisa menjadi bahan permenungan kita bersama.
Selain menjadikan anak-anak alat
peminta-minta, saat Idulfitri banyak orang bertingkah sok borjuis. Borjuis
adalah sebuah kelas sosial dari pemilik modal dan bertingkah laku terkait
dengan kekayaannya tersebut. Mereka adalah bagian dari kelompok masyarakat
kelas menengah atau kelas pedagang yang
mendapatkan kekuatan ekonomi dan sosial dari pekerjaan, kekayaan, dan pendidikan. Istilah ini muncul di
Perancis untuk mewadahi kelompok sosial yang memiliki kekayaan sehingga
menguasai alat produksi dan digunakan untuk membedakan dengan kaum
aristokrat/bangsawan yang mendapatkan fasilitas karena faktor keturunan atau
berdarah biru. Istilah borjuis atau borju sekarang ini dimaknai sebagai gaya
hidup sok kaya, tetapi tidak diikuti dengan etiket yang sesuai. Borju saat ini
dikaitkan dengan perilaku orang kaya baru (OKB) atau sok kaya dengan tingkah
laku memuakkan atau songong.
Agar terlihat kaya mereka melakukan berbagai
usaha, antara lain kredit motor atau mobil baru, berpenampilan dengan busana
dan asesories yang ”wah” dan sok branded, bertutur kata dan bercerita
yang berlebihan dan tidak nyata, apalagi mereka yang mudik. Lebaran adalah
ajang ”pamer”. Anak melihat tingkah laku orang tuanya seperti itu tentu dapat
menarik kesimpulan bahwa lebaran memang boleh berbuat demikian. Tentu tidak
semua orang berbuat seperti ini, tetapi kita bisa mengamati orang-orang yang kita
temui.
Lebaran, berarti lȇbar ‘selesai,
setelah’ berpuasa sebagai perwujudan iman individual dilengkapi dengan iman
sosial berupa silaturahmi dan bermaafan. Secara rendah hati setiap pribadi
mengaku diri bersalah: kaum muda karena kemudaannya kurang adab atau kurang
sopan dan orang tua karena ketuaannya merasa sering salah. Suasana seperti ini
inti Idulfitri sebagai wujud iman sosial, bukan meminta angpao dan
penampilan yang sok borju.
Ini refleksi singkat yang terekam dalam
kenangan. Semoga meminta-minta dan bertingkah sok borju tidak dianggap sebagai
hal yang wajar, melainkan setiap saat dikoreksi agar anak-anak tidak belajar
dari sikap negatf orang tua melainkan menjadi pribadi yang peduli, memberi,
berbagi, dan bermartabat.
Selamat Idulfitri 1440 Hijriah, mohon maaf atas semua salah dan
khilaf. Terima kasih.

