Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

Kirab Pusaka dan Buceng Purak, Tradisi Sambut Datangnya Bulan Muharam Di Ponorogo


PONOROGO (KR) - Kirab Pusaka dan Buceng Purak merupakan kegiatan tradisi untuk menyambut datangnya Bulan Muharam di Ponorogo. Kirab pusaka dan buceng purak atau berebut tumpeng menjadi tradisi yang terus dilaksanakan di Ponorogo. Sabtu (31/8) sore, ribuan warga Ponorogo tampak antusias menyaksikan dan mengikuti kedua acara yang memuncaki gelaran Grebeg Suro tahun ini.

Kirab pusaka merupakan kegiatan kilas balik sejarah Ponorogo. Yaitu saat wilayah yang semula bernama Kerajaan Wengker ini memindah pusat pemerintahannya. Boyongan ini terjadi pada abad ke-15 lalu. Yaitu dari Pusat Pemerintahan Kota Lama yaitu Kota Timur atau Kutho Wetan yang kini merupakan Kelurahan Setono, Kecamatan Jenangan menuju Kota Tengah atau Kutho Tengah yang merupakan Pusat Pemerintahan Kabupaten Ponorogo saat ini.

Perpindahan ini dilaksanakan pada 1 Suro 1953 Saka atau 1 Muharam 1441 H, tepatnya setelah matahari berangsur jatuh ke barat atau masuk 1 Suro, Sabtu (31/8/2019) sore.

Perpindahan pusat pemerintahan Kadipaten Ponorogo ini ditandai dengan sebuah prosesi penuh nuansa mistis dan religi, Kirab Pusaka. Kirab pemerintahan ini memboyong tiga pusaka kebanggaan Ponorogo, yaitu Angkin Cinde Puspito, Songsong Tunggul Wulung dan Tumbak Tunggul Nogo.

Dalam prosesi kirab, ketiga pusaka dibawa oleh sejumlah senopati yang diperagakan oleh para lurah, camat serta kepala dinas. Mereka mengenakan busana tradisional Jawa lengkap dengan keris di punggung yang berarti mereka berjalan dalam damai. Pasukan yang memiliki sebutan bergada pusaka ini berbaris penuh khidmat sambil membawa ketiga senjata andalan mereka.

Barisan berikutnya adalah pasukan putri yang diperagakan oleh sejumlah siswi SMP dan SMA di Ponorogo. Dengan busana basahan mereka juga ngombyongi atau turut serta mengawal senjata pusaka Ponorogo.

Di belakangnya barulah rombongan kereta kuda. Sejumlah pejabat mulai dari Bupati, Sekda hingga pimpinan DPRD serta Kepala Dinas turut serta menaiki kereta kuda masing-masing. Mereka ini merupakan perlambang pejabat yang juga turut bedhol ke kota tengah.

Sesampai di paseban atau panggung utama, ketiga pusaka kemudian dijamasi atau dimandikan oleh sang Bupati dan akhirnya disemayamkan di Pringgitan atau Kediaman Bupati. Nuansa tradisi nan magis serta budaya begitu lekat pada kegiatan ini.

Selain Kirab Pusoko, kirab ini juga menampilkan mobil hias dan drum band sekolah. Hal ini menjadi magnet yang membuat grebeg suro semakin menarik minat warga.

Yang tidak kalah menarik adalah buceng purak atau rebutan tumpeng berisi makanan dan palawija yang di depan paseban. Warga yang sudang menunggu sejak siang hari tampak begitu antusias memperebutkan makanan yang disediakan. Mereka percaya, dengan memperoleh sekelumit makanan saja, bisa membuat hidup mereka setahun ke depan lebih berkah.

Bupati Ponorogo Ipong Muchlissoni usai kirab pusaka menyatakan, prosesi kirab pusaka menjadi bagian puncak dari grebeg suro. Sebagai sebuah tampilan budaya, kirab pusaka mampu menyedot perhatian warga dan wisatawan.

“Kita melihat warga begitu antusias dalam mengikuti kegiatan selama Grebeg Suro ini. Alhamdulillah kegiatan hari ini bisa berjalan lancar. Juga berbagai acara yang kita gelar sepanjang 11 hari terakhir dalam rangka hari jadi ke-523 Kabupaten Ponorogo dan Festival Budaya Bumi Reyog bisa berjalan lancar. Kita melihat masyarakat bersuka ria, bergembira dan bersyukur,” ujar Bupati Ipong.

Berbagai kegiatan yang digelar, imbuh Bupati Ipong, adalah bentuk rasa syukur atas macam-macam nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada seluruh lapisan masyarakat Ponorogo. Dengan bersyukur, nikmatnya akan bertambah.

“Harapannya, di tahun yang baru nanti Ponorogo lebih diberkahi Allah. Semoga seluruh masyarakat rejekinya tambah banyak, jalannya pemerintahan lebih lancar, baik dan maju. Itu harapan kita semua menyongsong tahun yang akan datang,” tuturnya.





Dilansir dari : https://ponorogo.go.id

IKLAN

Recent-Post