Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

Fenomena Layangan Putus : Dekonstruksi Makna Tanggung Jawab dan Kesetiaan


Oleh : Dra. Agnes Adhani, M.Hum
Dosen Pendidikan Bahasa Indonesia UKWMS
Kampus Kota Madiun

LAYANGAN PUTUS
adalah serial web Indonesia produksi MD Entertainment yang kemudian tayang di RCTI. Kisah ini diangkat dari curhat seorang perempuan di medsos yang kemudian disempurnakan dalam sebuah novel. Fenomena pernikahan dengan segala pergolakannya terjadi sepanjang segala abad, namun perselingkuhan yang diumbar kepada publik kelihatannya akhir-akhir ini baru menggejala  secara liar. Pada zaman penulis muda, orang berselingkuh itu sembunyi-sembunyi, malu-malu, takut ketahuan, terutama bagi perempuan. Perempuan yang kurang kenceng pinjunge ‘kurang kuat menali kain penutup dada dan badannya, sehingga mudah tersingkap ’dianggap aib dan merendahkan harga dirinya. Letak harga diri perempuan adalah menjaga tubuhnya dari jamahan mata dan tangan lelaki,  walaupun busana tidak menjamin perempuan aman dari jamahan lelaki yang berotak kotor. 

ADA PEPATAH aja nglanggar pager ayu‘jangan melanggar aturan kecantikan/kesantunan seorang perempuan’, tetapi sekarang banyak perempuan yang tidak punya pagar ayu bahkan mengizinkan pager ayu-nya dikoyak dan dijual murah demi hidup mewah. Menikah dan membina keluarga adalah kehendak bebas sepasang lelaki dan perempuan untuk bersatu dan bersekutu dengan seperangkat sistem, sikap, kepercayaan yang secara sadar atau tidak mempersatukan keluarga dalam budaya tertentu. Sebagai  sebuah sistem, keluarga memiliki seperangkat nilai keutamaan yang harus dijunjung tinggi, seperti (1) cinta kasih, (2) penerimaan, (3) keberanian, (4) kesetaraan, (5) keadilan, (6) kemurahhatian, (7) kejujuran, (8) integritas, (9) kebaikan, (10) ketekunan, (11) kesopanan, (12) respek, (13) tanggung jawab, (14)kontrol diri, dan (15) kerja keras


ADA DUA nilai keutamaan yang perlu didekontruksi atau diporakkan, yaitu tanggung jawab dan kesetiaan. Tanggung jawab adalah sikap dan perilaku seseorang  dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya, baik yang berkaitan dengan diri sendiri, keluarga, sosial, masyarakat, bangsa, negara, maupun agama. Tanggung jawab memanifestasikan (1) sadar, bahwa seseorang merasa mempunyai kewajiban untuk melaksanakan sesuatu, (2) rasional, berdasarkan  pikiran yang benar, sesuai dengan akal sehat, dan (3) bebas dan ikhlas, tidak dipaksa/ditekan, tidak memihak, dan  tidak didasarkan perhitungan  mencari keuntungan. Menjadi suami dan atau bapak yang bertanggung jawab memiliki kewajiban memberi nafkah, mencintai, melindungi, menghargai, respek, dan tentunya setia kepada istri dan atau anak- (anak) nya. Bertanggung jawab tidak mempertimbangkan untung rugi melainkan memberikan secara bebas dan ikhlas sehabis-habisnya. Menjadi istri dan atau ibu yang bertanggung jawab memiliki kewajiban memberi dan mengelola nafkah demi keluarga, mencintai, melindungi, menghargai, respek, dan tentunya setia kepada suami dan atau anak-(anak) nya. Juga dengan memberikan nafkah, cinta, respek sehabis-habisnya dengan bebas dan ikhlas. 


KESETIAAN adalah ketulusan, tidak melanggar janji, perjuangan, dan anugerah atau berkhianat, serta mempertahankan cinta dan menjaga janji bersama. Kesetiaan suami-istri adalah keutamaan untuk saling menjaga janji untuk selalu bersama dalam malang dan untung, sakit dan sehat, miskin dan kaya. Setia terhadap untung, sehat, dan kaya memang mudah, bagaimana kalau malang, sakit, dan miskin? Walaupun bukan rahasia lagi bila banyak lelaki yang mulai tidak setia justru pada saat untung-sehat-kaya dan banyak perempuan lari karena malang-sakit-miskin. Karena budaya yang “mengharuskan” perempuan menikah agar tidak menjadi perawan tua dan tawaran kemewahan dunia membuat mereka lebih melirik lelaki mapan dan kaya, walaupun rela menjadi pelakor. 


MEMBINA rumah tangga adalah perjuangan merangkak melewati tangga kesusahan tidak dihayati oleh para perempuan yang tebar pesona demi menggaet lelaki mapan dengan modal tubuh molek dan cinta palsu. Walaupun tidak selalu pelakor itu cantik, molek, bahkan ada yang seperti thothok uwok ‘hantu berwajah jelek’ pun laku sebagai pelakor.Seorang perempuan demi tanggung jawab dan setianya kepada janji perkawinan dan anak-anaknya ada yang bertahan dengan tidak bercerai. Dia rela  melepaskan suaminya melenggang pergi dengan perempuan lain, dengan prinsip pelakor itu selamanya akan menjadi ”pelacur” suaminya.  


NAMUN tidak menutup kemungkinan melepaskan dengan bercerai seperti yang dilakukan oleh Kinan dalam Layang Putus. Tanggung jawab dan kesetiaan bagaikan dua tangan yang harus selalu menangkup di dada untuk mendapatkan berkat Tuhan agar perjalanan keluarga selalu dilindungi Tuhan. Semoga godaan pelakor/pebinor tidak semakin meneror. Semoga para lelaki semakin menyadari bahwa godaan menjadi lelaki bermartabat, yaitu harta, tahta, wanita, turangga (‘kuda, kendaraan’), dan kukila (‘burung, kesenangan’) tidak menyilaukan.  (*)

IKLAN

Recent-Post