Yayasan Para Mitra Indonesia Bersama Tim I-SEE Kembali Adakan Program Inklusif Kesehatan Mata
MADIUN (KORAN KRIDHARAKYAT.COM) - Guna mendukung program sistem inklusif untuk kesehatan mata, Yayasan Para Mitra Indonesia bersama Tim I-SEE kembali mengadakan pelatihan jurnalis kali kedua, bertempat di Madiun. Rabu, (10/12/2025) lalu. Pelatihan ini diikuti oleh 10 perwakilan dari setiap kabupaten. Setiap kabupaten mengirimkan 10 media yang ada di 3 Kabupaten, yaitu Madiun, Magetan dan Ngawi.
Pelatihan jurnalis ini merupakan pelatihan yang dilakukan untuk me-refresh pengetahuan dan mendorong upaya strategis advokasi pemenuhan hak-hak kesehatan mata inklusif untuk masyarakat. Dengan tujuan melakukan refresh pengetahuan bagi jurnalis terkait isu-isu disabilitas, melakukan diskusi bersama tentang tantangan dan hal baik terkait kesehatan mata dan disabilitas dari sudut pandang jurnalis, serta mendorong jejaring antara program I-SEE dan jurnalis dalam meningkatkan kesadaran publik terkait pemenuhan hak-hak disabilitas. Seperti halnya yang disampaikan oleh Muhammad Marsudi, dari tim I-SEE.
Tak hanya itu, dirinya menjelaskan bahwa gangguan mata masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Gangguan penglihatan memang tidak menyebabkan kematian, tetapi jika diabaikan maka bisa menyebabkan kedisabilitasan, seperti kebutaan dan low vision. Berdasarkan data nasional survei kebutaan Rapid Assesment of Avoidable Blindness (RAAB) tahun 2014-2016, dengan sasaran populasi usia 50 tahun keatas bahwa angka kebutaan mencapai 3% dan menjadikan Indonesia sebagai negara dengan angka kebutaan tertinggi di Asia Tenggara.
Berdasarkan Permenkes RI No. 82 Tahun 2020, beberapa dampak yang bisa terjadi, diantaranya :
• Gangguan penglihatan dapat menyebabkan terjadinya disabilitas dan penurunan kualitas hidup seseorang.
• Dampak kerugian ekonomi yang dipresentasikan Quality Adjusted Life Years (QALY) Lost sebesar 84,7 triliun rupiah.
• Angka tersebut akan terus meningkat setiap tahunnya apabila tidak adanya intervensi untuk penurunan prevalensi, sehingga dalam 5 tahun nantinya akan menjadi 611,2 triliun rupiah.
Dalam pelatihan ini, dirinya berharap terbangunnya gerakan bersama antara program I-SEE dan jurnalis dalam membangun kesadaran publik terkait pemenuhan hak-hak disabilitas kepada masyarakat dan pemerintah, termasuk mendapatkan pelayanan mata yang inklusif, sehingga diharapkan masyarakatnya mengalami peningkatan kualitas hidup.
Sementara itu Andi Robandi, narasumber dari SIGAB (Sasana Inklusi dan Gerakan Advokasi Difabel) Indonesia, menjelaskan bahwa SIGAB ini merupakan organisasi non pemerintah yang bersifat independen, nirlaba, dan non-partisan. Yang mempunyai cita-cita besar untuk membela dan memperjuangkan hak-hak difabel di seluruh Indonesia hingga terwujud kehidupan yang setara dan inklusif. Dalam SIGAB tersebut, memberikan upaya meningkatkan kemampuan dan partisipasi bagi penyandang disabilitas dalam kegiatan sosial, melalui program Solider (Social Inclusion for difability Equity and Rights) – Inklusi. Dengan begitu, akan dapat membantu penyandang disabilitas untuk memiliki kesempatan yang sama dengan orang lain untuk berpartisipasi dalam masyarakat dan mencapai potensi mereka.
Adapun payung hukum dan pedomannya, mengacu pada UU No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (3PSPS), Kode Etik Jurnalis, serta UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Setelah penyampaian materi, pelatihan ini dilanjutkan dengan sesi diskusi, tanya jawab hingga pemaparan dari masing-masing kelompok. Demikian sebagaimana diinformasikan oleh Dinas Kominfo Kabupaten Madiun. (KR-FEB/AS)



