Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

PAMONG

Oleh : Dra. Agnes Adhani, M.Hum
Dosen Pendidikan Bahasa & Sastra Indonesia
Universitas Katolik Widya Mandala Madiun
SETIAP tanggal 2 Mei bangsa Indonesia memperingati Hari Pendidikan, sebagai penghormatan atas jasa Ki Hajar Dewantara yang meletakkan dasar pendidikan khas Indonesia, yaitu perguruan Taman Siswa. Ki Hajar Dewantara mendudukkan guru sebagai pamong yang harus ing ngarsa sung tuladha, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani.
GURU diposisikan sebagai pamong. Ada kemiripan makna pamong dengan guru, pengasuh, pembimbing. Namun ada yang khas dalam makna pamong. Pamong itu bertugas momong, mendidik, mengasuh, membimbing, menjaga, mengarahkan, menegur, mendorong untuk maju sekaligus menarik mundur kalau terlalu maju. Menjadi pamong seperti bermain layang-layang dengan kelenturan dan kecerdasan melepaskan dan menarik tali sesuai kondisi agar layang-layang meliuk indah, tidak putus di tengah jalan dan hilang. Makna pamong lebih luas dari guru, pengasuh, dan pembimbing. Semua makna tersebut terangkum dalam pamong. 
INGAT pamong jadi ingat semar dan punakawan yang mendampingi bendaranya mengembangkan potensinya lewat pengembaraan mencari kesaktian. Pangeran yang sudah dewasa saatnya dilepas untuk mengembangkan potensi dirinya secara optimal dan cukup diawat-awati, tidak perlu lagi digendong, ditetah, dituntun, dan didampingi. Semar selalu tut wuri handayani, mengikuti dari belakang, agar sang pangeran selamat dalam mengemban tugas kemanusiaan, memberantas kejahatan dan memberikan kesejahteraan, sehingga saat menjadi raja nanti memiliki kearifan dan kebijaksanaan. Semar dan punakawan tidak hanya tut wuri. Nasihat dan petuah diberikan kepada sang pangeran bila dibutuhkan, termasuk mengerem bila terlalu cepat, mendorong bila terlalu lambat, seperti sopir yang tangkas kapan menginjak rem, kapan menekan tuas gas. Tugas pamong juga menegur bila kebat kliwat. Saat ini gambaran pamong dalam wayang pun mengalami penurunan makna. Yang ditonjolkan hanya sebagai badut penghibur bahkan dijadikan sarana untuk promosi, unjuk diri, kampanye sang penanggap wayang. Menempatkan diri sebagai pelayan, hamba, pesuruh memang tidak mudah.
BAHASA Indonesia telah mendegradasi makna pelayan yang melayani sebagai sesuatu yang rendah, tak terhormat, dan tak bermartabat. Melayani adalah sikap luhur, bahkan kemudian dikembangkan bentuk kepemimpinan yang melayani (servant leadership). Pengelola negara tidak lagi ditempatkan sebagai pangreh praja, pengendali pemerintahan, melainkan pamong praja, abdi negara. Melayani adalah sikap luhur karena memberikan kasih dan menempatkan orang lain secara terhormat. Pelayan tentu santun memperlakukan liyan yang layak mendapatkan pelayanan. Pamong itu melayani seperti abdi, mau mendengarkan secara aktif penuh simpati, menghargai pendapat dan perbedaan, yang teristimewa menghargai kehidupan dan menjunjung tinggi kemanusiaan. 
SENYAMPANG harus bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah, peringatan Hari Pendidikan tahun ini mari kita isi dengan refleksi apakah ajaran hakiki pendidikan yang digagas Ki Hajar Dewantara masih kita miliki, atau hanya kita uri-uri sebagai pajangan indah, tetapi tidak kita urip-urip agar tetap hidup, dan kita urup-urup agar tetap menyala.
Selamat Hari Pendidikan. Salam Sehat. 
Jl. Manggis 15 - 17 Madiun, 2 Mei 2020

IKLAN

Recent-Post