Berita Utama

[News][bleft]

Sari Berita

[Sekilas][twocolumns]

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BETERNAK KAMBING DENGAN SISTEM AKON-AKON BAGI WARGA RETARDASI MENTAL KAMPUNG SIDOWAYAH

MENINGKATKAN KETERAMPILAN BETERNAK KAMBING DENGAN SISTEM AKON-AKON BAGI WARGA RETARDASI MENTAL KAMPUNG SIDOWAYAH

Oleh :

Dr. Muhammad Hanif, M.M., M.Pd. dan Raras Setyo Retno, S.P., M.Pd.


Dusun Sidowayah Desa Sidoharjo Kecamatan Jambon Kabupaten Ponorogo merupakan salah satu dusun yang disebut sebagai ”kampung idiot” karena banyak warganya yang mengalami retardasi mental. Sebutan ”kampung idiot” tersebut sebenarnya tidaklah tepat karena kata idiot secara akademis diperuntukan bagi penyandang retardasi mental dalam kategori berat. Nevid, J.S., Rathus, S., Greene menyampaikan bahwa kecacatan mental dapat dilihat pada angka hasil tes kecerdasan, seperti IQ 0-25 dikategorikan idiot, IQ 25-50 dikategorikan imbecil, dan IQ 50-70 kategori debil atau moron. Kategori debil atau moron merupakan retardasi mental ringan yang tingkatan intelegensi anak setara dengan anak berusia 7-12 tahun.


Tidak semua orang yang mengalami retardasi mental di Dusun Sidowayah Desa Sidoharjo adalah idiot, dan tidak semua warga yang cacat adalah penyandang retardasi mental. Dari penelitian yang dilakukan sebelumnya ditemukan bahwa di kampung tersebut selain warga retardasi mental terdapat juga warga yang mengalami kecacatan lain, diantaranya cacat fisik dan sakit jiwa. Mereka itu dikategorikan sebagai Orang Dengan Kecacatan (ODK).


Banyak warga yang mengalami retardasi mental di Dusun Sidowayah Desa Sidoharjo mulai terjadi pada tahun 1970-an. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain; gizi buruk, sarana prasarana dan pelayanan kesehatan yang tidak memadai, air tanah yang dikonsumsi sangat rendah kadar yodiumnya, dan ada juga yang berpendapat kejadian ini karena kutukan.


Dalam kehidupan bersama dengan lingkungan sosial yang diwarnai banyaknya orang yang mengalami retardasi mental tersebut, keluarga dan masyarakat di lingkungan sekitar pada umumnya tidak menyembunyikan, tidak menutupi kondisi warga retardasi mental. Mereka memberi bantuan (pangan, sandang, dan papan), namun belum memfasilitasi warga retardasi mental untuk mengembangkan diri dan mendorong beradaptasi dengan lingkungan. Hal ini disebabkan oleh banyak orangtua/keluarga dan warga masyarakat di lingkungan sekitar yang belum memiliki pengetahuan dan pemahaman yang memadai tentang penanganan orang retardasi mental. Selain itu juga disebabkan oleh kondisi ekonomi yang realtif miskin. Sehingga orangtua/keluarga dan warga masyarakat walaupun menerima warga retardasi mental tetapi kesannya lebih pada ”pembiaran”.


Penulis pada tahun 2015-2016 mengembangkan model Asanti Emotan (Pembiasaan, Pengertian, Pemodelan, dan Penguatan) untuk memberdayakan warga retardasi mental. Hasil uji cobanya menunjukkan bahwa kemampuan warga retardasi mental dalam menjalani aktivitas pribadi, keluarga, dan masyarakat mengalami kemajuan yang signifikan. Pasca uji coba model tampaknya masih perlu pendampingan lanjutan terutama pada keterampilan-keterampilan yang berdampak secara langsung pada aspek ekonomi dengan mengacu pada kondisi subyek dan lingkungannya.


Kondisi wilayah Dusun Sidowayah Desa Sidoharjo termasuk luas dan terpisah dengan dusun-dusun di sekitarnya, namun sebagian besar wilayah tersebut tergolong kritis atau tidak subur. Sebagian besar sawah dan ladang lebih mengandalkan air hujan (sawah dan ladang tadah hujan). Selain itu, curah hujan di wilayah ini tergolong rendah yakni sekita sekitar 2.000 mm/th sampai dengan 2.500 mm/th, sehingga tanaman-tanaman tertentu saja yang dapat berkembang dengan baik dan menjadi konsumsi masyarakat desa ini. Tanaman-tanaman tersebut diantaranya; jagung, tela, rerumputan dan tanaman lainnya yang tidak memerlukan air relatif banyak.


Kondisi warga retardasi mental mengundang empati dari berbagai pihak dengan memberi bantuan yang pada umumnya bersifat konsumtif sehingga menimbulkan ketergantungan. Warga masyarakat di lingkungan sekitar mulai mengetahui dan memahami orang yang mengalami retardasi mental masih memiliki potensi yang dapat diberdayakan, bisa didik, diberi keterampilan, dan dapat dimintai bantuan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan tertentu. Keinginan warga masyarakat di lingkungan sekitar untuk turut serta memberdayakan sering kali terkendala pada strategi dan dana pemberdayaan. Hal tersebut dimaklumi karena masih banyak warga masyarakat yang hidup di bawah garis kemiskinan. Hal itu ditunjukkan dari 1.609 keluarga/rumah tangga terdapat 944 rumah tangga miskin dan 495 rumah tangga rentan miskin. Sehingga perlu adanya program kegiatan yang dapat meningkatkan keterampilan bekerja untuk warga retardasi mental. Salah satunya melalui akon-akon kambing.


Akon-akon berasal dari bahasa Jawa Ngoko yang artinya menganggap (mengakui). Akon-akon juga dipadankan dengan kata ”digaduh” (bahasa Jawa yang artinya memelihara milik orang lain dengan sistem bagi hasil). Dengan kata lain yang dimaksud akon-akon kambing  yaitu memelihara kambing milik orang lain yang dianggap atau diakui seperti miliknya sendiri, hasilnya dibagi, dan dikelola secara bergulir.


Dasar pertimbangan dipilihnya kambing sebagai sarana meningkatkan keterampilan warga masyarakat Dusun Sidowayah Desa Sidoharjo yang menyandang retardasi mental yaitu;

(1) memelihara kambing sebagai pekerjaan yang sudah diakrabi oleh warga lingkungan sekitarnya. Mereka yang mayoritas petani memelihara kambing sebagai sampingannya. Sehingga memungkinkan mereka lebih efektif dan efisien melakukan pendampingan,

(2)Kambing terutama jenis kambing kacang mudah perawatannya, tidak rumit, dengan perawatan seadanya kambing ini bisa berkembang dengan baik, reproduksinya gampang dan cukup produktif,

(3) Pakan kambing tersedia dan mudah didapatkan di lingkungan sekitar tempat tinggal para penyandang retardasi mental, dan

 (4) kebutuhan daging kambing setiap tahunnya terus mengalami peningkatan (aqiqoh, qurban, dan lain-lainya).


Keluarga penyandang retardasi mental dan warga masyarakat normal yang ada di lingkungan sekitar walaupun sudah biasa memelihara kambing namun belum melaksanakan secara masif dan simultan. Untuk itu program ini dilaksanakan dengan tujuan umumnya untuk memandirikan ekonomi warga retardasi mental (kategori debil/ringan dan imbecil/sedang). Sedang tujuan khususnya yaitu

(a) Warga retardasi mental (debil dan imbecil) terampil memelihara kambing yang sesuai dengan kemampuan dan kondisinya,

(b) Warga retardasi mental (debil dan imbecil) dapat memenuhi kebutuhan ekonominya dari hasil memelihara kambing,

(c) Terjalin hubungan yang mutualistis antara warga retardasi mental (debil dan imbecil) dengan warga lingkungan sekitar yang normal dalam beternak kambing.


Kegiatan Akon-akon Kambingbagi warga retardasi mentalmerupakan kegiatan terprogram. Kegiatan direncanakan secara khusus dan diikuti oleh orang retardasi mental ringan (debil) dan sedang (imbecil).Kegiatan terprogram dalam konteks ini meliputi;

(1) sosialisasi metode akon-akon kambing,

(2) pelatihan beternak kambing,

(3) pengadaan/pendistribusian kambing indukan atau bakalan kepada pengakon,

(4) pemeliharaan indukan untuk dikembangbiakan, pembagian hasil peranakan, pemindahan kambing indukan, dan penjualan indukan ketika sudah tidak produktif),

(5) pemeliharaan kambing bakalan untuk dibesarkan atau digemukan, penjualan dan bagi hasil,

(6) peremajaan dan penggandaan kambing,

(7) pengguliran pemeliharaan kambing kepada pengakon. Kegiatannya dapat dibagan sebagai berikut




Program akon-akon kambing ini dilaksanakan oleh Tim Program Kemitraan Masyarakat Stimulus / PKMS (Dr. Muhammad Hanif, M.M., M.Pd. dan Raras Setyo Retno, S.P., M.Pd.) dan bermitra dengan Forum Sidowayah Bangkit (FSB). Program ini didanai oleh Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Riset dan Pengembangan, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Program ini dilaksanakan mulai bulan Maret 2019 dengan 11 ekor kambing bakalan/indukan yang diakon oleh 11 orang warga retardasi mental. Kambing bakalan yang diakon diprediksi pada bulan Agustus 2019 bebarengan Idul Adha sudah layak dijual dan untung. Kemudian keuntungannya dibagi dua dengan pengakon. Dana hasil penjualan dan keuntungan bagi hasil dengan pengakon dibelikan bakalan baru dan diserahkan pada para pengakon. Kegiatan ini dilaksanakan secara terus menerus dan dikelola FSB.

IKLAN

Recent-Post